Pelindungan Hukum bagi Dokter atas Tindakan Penghentian atau Penundaan Terapi Bantuan Hidup yang Sia-Sia (Futile) pada Pasien Terminal
Abstract
Abstrak: Terapi bantuan hidup (life-support therapy) dapat diberikan kepada pasien sesuai dengan indikasi medisnya. Apabila terapi bantuan hidup diberikan kepada pasien yang telah mencapai kondisi terminal, dan terapi bantuan hidup dinilai tidak ada manfaatnya lagi (sia-sia / futile), maka dapat dipertimbangkan untuk dilakukan penghentian (withdrawing) atau penundaan (withholding) terapi bantuan hidup tersebut. Aturan pelaksana mengenai penghentian dan penundaan terapi bantuan hidup yang sia-sia terhadap pasien terminal, telah diatur di dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 37 Tahun 2014 tentang Penentuan Kematian dan Pemanfaatan Organ Donor. Meskipun sudah ada peraturan tersebut, masih ada pro dan kontra di profesional kesehatan, komunitas bioetika, dan pasien beserta keluarganya. Penelitian ini bertujuan adalah untuk mengetahui bagaimanakah pelindungan hukum dokter yang melakukan tindakan penundaan dan penghentian terapi bantuan hidup yang sia-sia (futile) bagi pasien terminal. Metode penelitian yang digunakan merupakan penelitian eksplanatif, dengan pendekatan yuridis sosiologis. Data yang digunakan adalah melalui studi pustaka dan studi lapangan berupa wawancara mendalam. Data dianalisis secara kualitatif. Berdasarkan penelitian ini, ditemukan bahwa ada ketidakjelasan definisi hukum, inkonsistensi antar isi peraturan, belum ada peraturan yang jelas mengenai advanced directives, dan peraturan yang belum sepenuhnya dapat diterapkan di lapangan. Dapat disimpulkan bahwa pelindungan hukum bagi dokter dalam melakukan tindakan penghentian dan penundaan terapi bantuan hidup yang sia-sia bagi pasien terminal, belum cukup. Apabila tidak diatur lebih lanjut, maka kemungkinan dapat menimbulkan pelanggaran hak-hak pasien.
Kata kunci: Pelindungan hukum bagi dokter; penghentian dan penundaan bantuan hidup; pasien terminal; kesia-siaan medis.
Abstract: Life-support therapy can be given to patients according to their medical needs. If life support therapy is given to a patient who has reached terminal condition, and life support therapy is judged to futile, then withdrawal or withholding of life support therapy may be considered. The rules about withdrawing and withholding of futile life support therapy for terminal patients have been regulated in the Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 37 Tahun 2014 tentang Penentuan Kematian dan Pemanfaatan Organ Donor. Despite these regulations, there are pros and cons from healthcare professionals, bioethics community, patients, and their families. This study aims to find out about the legal protection for doctors who withdraw or withhold futile life support therapy for terminally ill patients. The research method used is explanatory research with sociological juridical approach. The data used is through library research and in-depth field studies. Data gathered were analyzed qualitatively. Based on this research, it was found that there are some unclear legal definitions, inconsistency between the contents of the regulations, no clear regulations regarding advanced directives, and the regulations cannot be fully implemented in field. It can be concluded that the legal protection for doctors in withdrawing or withholding futile life support therapy for terminally ill patients, is not sufficient. If it is not regulated further, it may lead to a violation of the patient's rights.
Keywords: Legal protection for doctors; withdrawing or withholding life support; terminally ill patient; medical futility.Keywords
Full Text:
PDFDOI: https://doi.org/10.24167/sjhk.v9i2.7156
Refbacks
- There are currently no refbacks.
Copyright (c) 2023 SOEPRA